Senin, 05 Januari 2015

reusam jadi



RANCANGAN REUSAM GAMPONG LAMBHUK
KECAMATAN ULEE KARENG KOTA BANDA ACEH
N0MOR 05 TAHUN 2013

TENTANG
PENYELENGGARAAN PERKAWINAN


BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

KEUCHIK GAMPONG LAMBHUK

Menimbang    :   a.   bahwa penyelenggaraan perkawinan yang teratur, tertib, aman dan Islami merupakan kebutuhan dalam hidup bermasyarakat di gampong;
b.     bahwa untuk mewujudkan keteraturan dalam penyelenggaraan perkawinan perlu pedoman pelaksanaan yang sesuai dengan ketentuan syari’at Islam dan adat yang berlaku di gampong;
c.      bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b, perlu ditetapkan Reusam Gampong Lambhuk tentang Penyelenggaraan Perkawinan.

Mengingat      :   1.   Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 3019);
2.   Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3893);
3.     Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaga Negara Republik Indonesia Nomor 4633);
4.     Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara  Republik Indonesia Nomor 4255);
5.     Peraturan Daerah Provinsi   Daerah   Istimewa  Aceh  Nomor 5 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syariat Islam (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Istimewa Aceh Tahun 2000 Nomor 30);
6.     Qanun Provinsi  Daerah Istimewa Aceh Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam Bidang Aqidah, Ibadah dan Syiar Islam (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Istimewa Aceh Tahun 2002 Nomor Nomor 54 Seri E Nomor 15);
7.     Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
8.     Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat, Lembaran Daerah Aceh Tahun 2008 (Lembaran Daerah Aceh Tahun 2008 Nomor 09);
9.     Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008 tentang Lembaga Adat, Lembaran Daerah Aceh Tahun 2008 (Lembaran Daerah Aceh Tahun 2008 Nomor 10);
10.  Peraturan Gubernur Aceh Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pemerintahan Gampong (Berita Daerah Aceh Tahun 2011 Nomor 30);
11.  Qanun Kota Banda Aceh Nomor 7 Tahun 2005 tentang Reusam Gampong (Lembaran Daerah Kota Banda Aceh Tahun 2005 Nomor 7 Seri E Nomor 4);
12.  Qanun Kota Banda Aceh Nomor 26 Tahun 2002 tentang Susunan Organisasi Pemerintahan Gampong;
13.  Qanun Kota Banda Aceh Nomor 6 Tahun 2005 tentang Tuha Peut Gampong;
14.  Qanun Kota Banda Aceh Nomor 7 Tahun 2005 tentang Reusam Gampong (Lembaran Daerah Kota Banda Aceh Tahun 2005 Nomor 7 Seri E Nomor 4).


Dengan Persetujuan Bersama

TUHA PEUET GAMPONG LAMBHUK
dan
KEUCHIK GAMPONG LAMBHUK

MEMUTUSKAN:

Menetapkan          : REUSAM GAMPONG LAMBHUK TENTANG TATA
    CARA PENYELENGGARANAN ACARA
   PERKAWINAN
                             
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Reusam ini yang dimaksud dengan:
1.     Gampong adalah Gampong Lambhuk;
2.     Pemerintah Gampong, adalah Pemerintah Gampong Lambhuk;
3.     Keuchik adalah Keuchik Gampong Lambhuk;
4.     Tuha Peuet Gampong adalah Tuha Peut Gampong Lambhuk;
5.     Reusam Gampong adalah Reusam Gampong Lambhuk;
6.     Penduduk adalah Warga Gampong Lambhuk yang berdomisili secara sah di Gampong dan telah memiliki Kartu Keluarga dan atau Kartu Tanda Penduduk (KTP) Gampong;
7.     Penduduk sementara adalah Warga gampong Lambhuk yang berdomisili secara sah untuk sementara dalam jangka waktu tertentu dalam Gampong Lambhuk;
8.     Khithbah adalah peminangan atau pelamaran untuk menyatakan permintaan atau ajakan dari seorang laki-laki kepada seorang perempuan untuk maksud dijadikan sebagai isteri;
9.     Theulangke adalah seorang dewasa yang bijak dalam berbicara untuk melakukan cahrot dan akan menyampaikan maksud lamaran kepada orang tua atau wali dari calon isteri;
10. Cah Roet adalah proses awal dalam lamaran yang dilakukan oleh theulangke untuk mempelajari hal keadaan calon isteri;
11. Uang hangus adalah biaya yang dibebankan kepada calon lintoe dan dara baroe laki-laki untuk keperluan walimatul ‘urusy;
12. Walimatul ‘urusy adalah acara pesta atau kanduri perkawinan, baik saat antar lintoe ataupun tueng dara baroe;
13. Hak meulakee adalah pemberian wajib dari pihak calon lintoe dan dara baroe laki-laki berupa setengah manyam emas kepada pihak calon lintoe dan dara baroe perempuan;
14. Bungong Jaroe adalah seserahan yang dibawa oleh pihak calon lintoe dan dara baroe laki-laki kepada pihak calon memepelai perempuan;
15. Peunewo adalah bawaan dari pihak lintoe baroe berupa seperangkat pakaian dan lainnya kepada pihak dara baroe;
16. Seuneumah adalah pemberian uang dari yang mempeusijuk kepada orang yang dipeusijuk;
17. Hakamain adalah juru perdamaian kedua belah pihak suami isteri yang bersengketa;
18. Hidang meulapeh adalah hidang yang terdiri dari minimal dua lapis menu makanan untuk minimal 20 orang makan.

BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 2

(1)   Reusam Penyelenggaranan Perkawinan dimaksudkan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan acara perkawinan di gampong;
(2)   Tujuan Reusam Penyelenggaranan Perkawinan adalah untuk mewujudkan ketertiban dan keteraturan dalam penyelenggaraan kehidupan masyarakat yang berlandaskan syari’at Islam di gampong. 





BAB III
AZAS PERKAWINAN

Pasal 3

(1)  Bahwa perkawinan adalah kewajiban dari orang tua atau wali terhadap anak;
(2)  Perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan syari’at Islam dan adat Aceh.

BAB IV
KHITHBAH

Bagian Pertama
Cah Roet

Pasal 4

(1)  Cah roet dilakukan oleh theulangke yang ditunjuk oleh keluarga pihak laki-laki;
(2)  Theulangke sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) ikut bertanggungjawab terhadap proses awal dalam acara peminangan sampai acara walimatul urusy.

Bagian Kedua
Peminangan
(Jak Meulakee dan Jak Ba Tanda)

Pasal 5

Tata cara melakukan peminangan:
1. Peminangan dilakukan oleh Keuchik dan Tengku Gampong;
2. Apabila Keuchik dan Tengku Gampong berhalangan, maka Keuchik dan Tengku Gampong dapat menunjuk orang lain untuk melakukan peminangan sebagaimana dimaksud pada angka 1;
3. Utusan peminangan hanya diwakili oleh pihak laki-laki.

Pasal 6

Tata cara menerima peminangan:
1.     Acara peminangan dihadiri oleh Keuchik dan Tengku Gampong dari kedua belah pihak calon lintoe baroe dan dara baroe;
2.     Apabila Keuchik dan Tengku Gampong dari salah satu pihak atau kedua-duanya sebagaimana dimaksud pada angka 1 berhalangan, maka Keuchik dan Tengku Gampong dapat menunjuk orang lain untuk menghadiri acara peminangan.



BAB V
KEWAJIBAN DAN LARANGAN
DALAM KHITHBAH

Bagian Kesatu
Kewajiban

Pasal 7

(1) Pada acara peminangan ditetapkan bentuk dan jumlah mahar (jeuname);
(2) Mahar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa emas murni 24 karat dengan perhitungan satu manyam seberat 3,33 gram.

Pasal 8

(1) Pada acara peminangan dilakukan penyerahan sepertiga dari jumlah mahar yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (2);
(2) Selain penyerahan sepertiga mahar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga diserahkan setengah manyam emas sebagai hak meulakee;
(3) Hak meulakee sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah untuk biaya administrasi pernikahan;
(4) Apabila pihak calon lintoe baroe membawa mahar melebihi sebagaimana ditentukan pada ayat (1), maka merupakan titipan dan tidak termasuk dalam sanksi adat ketika terjadi pembatalan peminangan secara sepihak.

Pasal 9

(1)   Pada acara peminangan pihak lintoe baroe membawa bungong jaroe;
(2)   Bungong jaroe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibungkus dalam talam;
(3)   Atas bawaan bungong jaroe sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pihak calon dara baroe membalas isi talam dengan nilai yang seimbang.

Bagian Kedua
Larangan

Pasal 10

(1)   Dalam acara peminangan tidak dibenarkan meminta biaya penyelenggaraan walimatul ‘urusy;
(2)   Dalam acara peminangan, calon dara baroe tidak dibenarkan untuk diperlihatkan kecuali kepada tamu perempuan;
(3)   Sebelum dilakukan pernikahan, tidak dibenarkan calon lintoe baroe dan dara baroe berdua-duaan (khalwat dan ikhtilath);
(4)   Keluarga calon lintoe baroe dan dara baroe dilarang memutuskan tali pinangan secara sepihak.
BAB VI
PERNIKAHAN
(Peugatib)

Pasal 11

(1)   Penentuan jadwal peugatib harus dengan persetujuan Keuchik;
(2)   Pemberitahuan hari pelaksanaan peugatib kepada Keuchik selambat-lambatnya satu bulan sebelum acara.

Pasal 12

(1)  Keluarga calon lintoe baroe dan dara baroe menghadirkan Keuchik dan Tengku Gampong dalam prosesi peugatib;
(2)  Apabila Keuchik dan Tengku Gampong berhalangan, maka Keuchik dan Tengku Gampong dapat menunjuk pihak lain untuk menghadiri prosesi peugatib sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 13

(1)   Pelaksanaan peugatib dilangsungkan di gampong;
(2)   Apabila pihak keluarga calon dara baroe ingin melakukan prosesi peugatib di tempat lain, maka harus mendapat izin terlebih dahulu dari Keuchik;
(3)   Apabila pelaksanaan peugatib berlangsung di masjid, maka hanya dihadiri oleh kaum laki-laki dari kedua belah pihak lintoe baroe dan dara baroe.

Bagian Kesatu
Kewajiban Dalam Peugatib

Pasal 14

(1)   Dalam pelaksanaan peugatib, pihak lintoe baroe membawa mahar (jeuname) secara tunai;
(2)   Dalam pelaksanaan peugatib, kedua belah pihak lintoe baroe dan dara baroe membawa sirih (ba ranub lam batee);
(3)   Apabila pelaksanaan peugatib dilakukan di rumah pihak dara baroe, maka pihak lintoe baroe membawa peunewo;
(4)   Apabila pelaksanaan peugatib dilakukan di masjid atau di tempat lain, maka pihak lintoe baroe tidak berkewajiban membawa peunewo;
(5)   Apabila pelaksanaan peugatib dilakukan di masjid atau di tempat lain sebagaimana dimaksud pada ayat (4), tetapi pihak keluarga dara baroe mengundang pihak lintoe baroe untuk makan kanduri di rumah, maka pihak lintoe baroe tetap berkewajiban membawa peunewo sebagaimana dimaksud pada ayat (3).



Bagian Kedua
Larangan Dalam Peugatib

Pasal 15

Apabila pelaksanaan peugatib dilakukan di masjid, maka dilarang pihak perempuan dari kedua belah pihak lintoe baroe dan dara baroe menghadirinya.

BAB VII
WALIMATUL ‘URUSY
(Meukeurija)

Pasal 16
                         
(1)   Hari meukeurija ditentukan harus dengan persetujuan Keuchik;
(2)   Meukeurija dilakukan di gampong;
(3)   Apabila meukeurija tidak dapat dilakukan di gampong sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka dapat dilakukan di tempat lain setelah mendapat izin dari Keuchik;
(4)   Apabila meukeurija dilakukan di tempat lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Keuchik tidak bertanggungjawab terhadap hal-hal yang tidak diinginkan.

BAB VIII
KEWAJIBAN DAN LARANGAN
DALAM WALIMATUL ‘URUSY

Bagian Kesatu
Kewajiban

Pasal 17

(1)  Dalam acara meukeurija diundang Keuchik, Tengku Gampong, Tuha Peut, Kepala Dusun dan Ketua Pemuda;
(2)  Dalam acara meukeurija selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga diundang jiran, kaum kerabat dan handai taulan lainnya sesuai dengan kemampuan.

Bagian Kedua
Larangan

Pasal 18

(1)   Dalam meukeurija dilarang menyelenggarakan hiburan dalam bentuk keybord, band, tari-tarian atau nyanyian wanita dewasa dan musik atau hiburan yang tidak islami lainnya;
(2)   Dalam meukeurija dilarang menempatkan laki-laki bercampur dengan perempuan;
(3)   Dalam meukeurija dilarang menggunakan fasilitas publik tanpa seizin Keuchik.

BAB IX
INTAT LINTOE BAROE DAN DARA BAROE

Pasal 19

(1)   Rombongan intat lintoe baroe terdiri dari Keuchik dan isteri, Tuha Peut dan isteri, Tengku Gampong dan isteri, Kepala Dusun dan isteri, Ketua Pemuda dan isteri, atau pihak lain yang ditunjuk, serta kaum kerabat dan handai taulan lainnya, baik laki-laki mauupun perempuan;
(2)   Rombongan intat dara baroe terdiri dari isteri Keuchik, isteri Tengku Gampong dan isteri Kepala Dusun atau pihak lain yang ditunjuk, serta kaum kerabat dan handai taulan lainnya khusus perempuan.

Pasal 20

(1)  Lintoe baroe dan dara baroe dipayungi dengan payung warna kuning;
(2)  Lintoe baroe didampingi oleh Ketua Pemuda atau pihak lain yang ditunjuk;
(3)  Dara baroe didampingi oleh isteri Kepala Dusun atau pihak lain yang ditunjuk.

Pasal 21

(1)   Tertib rombongan intat lintoe baroe dimulai dari:
a.    Keuchik dan Tengku Gampong atau pihak lain yang ditunjuk;
b.   Lintoe baroe dengan pendamping dan rombongan laki-laki lainnya;
c.    Rombongan pembawa ranup (sirih) dan peunewoe; dan
d.   Rombongan perempuan.
(2)     Tertib rombongan intat dara baroe mulai dari:
a.    Isteri Keuchik dan isteri Tengku Gampong serta pembawa ranup (sirih) atau pihak lain yang ditunjuk;
b.   Dara baroe dengan pendamping dan rombongan pembawa peunewoe; dan
c.    Rombongan perempuan lainnya.

Pasal 22

(1)  Rombongan yang mendampingi lintoe baroe dalam acara makan kanduri sampai serah terima terdiri dari Keuchik, Tengku Gampong, Tuha Peut, Kepala Dusun, Ketua Pemuda dan pihak lain yang ditunjuk oleh Keuchik;
(2)  Rombongan yang mendampingi dara baroe dalam acara makan kanduri sampai pesijuk terdiri dari isteri Keuchik, isteri Tengku Gampong, isteri Kepala Dusun dan pihak lain yang ditunjuk oleh isteri Keuchik.

BAB X
TUENG LINTOE BAROE DAN DARA BAROE

Pasal 23

(1)   Rombongan lintoe baroe disambut oleh Keuchik, Tuha Peut, Tengku Gampong, dan Kepala Dusun atau pihak lain yang ditunjuk;
(2)   Rombongan dara baroe disambut oleh isteri Keuchik, isteri Tengku Gampong dan isteri Kepala Dusun atau pihak lain yang ditunjuk.

Pasal 24

(1)   Lintoe baroe dan dara baroe disambut dengan payung warna kuning;
(2)   Penyambutan lintoe baroe dengan payung warna kuning sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipayungi oleh Ketua Pemuda atau pihak lain yang ditunjuk;
(3)  Penyambutan dara baroe dengan payung warna kuning sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipayungi oleh isteri Kepala Dusun atau pihak lain yang ditunjuk.

Pasal 25

(1)  Dalam acara penyambutan lintoe baroe dan dara baroe dapat dilakukan seumapa;
(2)  Seumapa sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dilakukan sebelum acara tukar payung;
(3)  Dalam acara penyambutan lintoe baroe dan dara baroe dapat juga diadakan tari ranup lampuan yang ditarikan oleh anak-anak.

Pasal 26

(1)   Serah terima lintoe baroe dilakukan oleh Keuchik, Tuha Peut, Tengku Gampong, dan Kepala Dusun;
(2)   Serah terima dara baroe dilakukan oleh isteri Keuchik, isteri Tengku dan isteri Kepala Dusun.

BAB XI
PEUSIJUK

Pasal 27

(1)  Peusijuk pada acara intat lintoe baroe dilakukan oleh isteri Keuchik, isteri Tengku Gampong dan pihak lain yang ditunjuk;
(2)  Peusijuk pada acara intat dara baroe dilakukan oleh isteri Keuchik, isteri Tengku Gampong dan pihak lain yang ditunjuk;
(3)  Peusijuk pada acara tueng lintoe baroe dilakukan oleh isteri Keuchik, isteri Tengku Gampong dan pihak lain yang ditunjuk;
(4)  Peusijuk pada acara tueng dara baroe dilakukan oleh isteri Keuchik, isteri Tengku Gampong dan pihak lain yang ditunjuk;
(5)  Peusijuk sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1), (2), (3) dan (4), juga dilakukan oleh pihak keluarga.

Pasal 28

(1)  Dalam acara peusijuk diikuti dengan pemberian seuneumah;
(2)  Pemberian seuneumah oleh isteri Keuchik, isteri Tengku Gampong atau pihak lain yang ditunjuk dalam acara peusijuk dipersiapkan oleh pihak keluarga dari lintoe baroe dan dara baroe.

BAB XII
HAKAMAIN

Pasal 29

(1)   Apabila terjadi percekcokan atau perselisihan antara suami dan isteri, maka diselesaikan secara internal keluarga;
(2)   Apabila percekcokan atau perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak bisa diselesaikan, maka penyelesaiannya diserahkan kepada hakamain;
(3)   Hakamain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah orang yang ditunjuk dari kedua belah pihak keluarga suami dan isteri;
(4)   Apabila penyelesaian oleh hakamain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak bisa diselesaikan, maka penyelesaiannya diserahkan kepada orang tua gampong;
(5)   Orang tua gampong sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah Keuchik, Tuha Peut, Tengku Gampong dan Kepala Dusun;
(6)   Perdamaian yang dilakukan oleh orang tua gampong sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dalam rangka memberikan putusan hukum.

BAB XIII
HUBUNGAN SOSIAL

Pasal 30

(1)   Lintoe baroe membawa ranup lintoe ke masjid;
(2)   Ranup lintoe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibawa ke masjid oleh lintoe baroe paling lambat malam ketiga setelah peresmian pernikahan;
(3)   Lintoe baroe pada saat kanduri maulid tahun pertama setelah peresmian pernikahan, membawa hidang meulapeh ke masjid;
(4)   Lintoe baroe pada saat kanduri petamat daroh bulan puasa tahun pertama setelah peresmian pernikahan, membawa hidang meulapeh dan sirup ke masjid menurut kemampuan;
(5)   Pada acara kanduri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (4) lintoe baroe hanya boleh membawa dua orang teman;
(6)   Lintoe baroe ikut serta dalam kerja bakti persiapan kanduri maulid dan petamat daroh bulan puasa;
(7)   Lintoe baroe ikut serta dalam pengajian petamat daroh bulan puasa.

BAB XV
SANKSI

Pasal 31

(1) Apabila pihak calon dara baroe yang membatalkan peminangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (4) maka pihak calon dara baroe mengembalikan seluruh mahar yang telah dibawah pada saat peminangan kepada pihak calon lintoe baroe, kecuali hak meulakee setengah manyam;
(2) Apabila pembatalan peminangan dilakukan oleh pihak calon lintoe baroe sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (4), maka sepertiga mahar yang diterima pihak calon dara baroe tidak dikembalikan lagi kepada pihak calon lintoe baroe;
(3) Apabila didapati kedua calon lintoe baroe dan dara baroe berdua-duaan (khalwat dan ikhtilath) sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (3), maka diberikan sanksi adat berupa dipercepat pelaksanaan pernikahan paling lambat satu bulan;
(4) Sanksi adat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diputuskan dalam musyawarah gampong paling lambat tujuh hari setelah terjadinya pelanggaran;
(5) Apabila sanksi adat yang berupa percepatan pelaksanaan pernikahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dilaksanakan dalam waktu satu bulan, maka Keuchik dan orang tua gampong tidak ikut serta dalam acara pernikahan dan walimatul ‘urusy yang diselenggarakan.

BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 32

Semua ketentuan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah gampong yang bertentangan dengan Reusam Gampong ini dinyatakan tidak berlaku.

BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 33

Hal-hal yang belum diatur dalam Reusam Gampong ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Keuchik.

Pasal 34

Reusam Gampong ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan Reusam ini dengan penempatan dalam Lembaran Daerah Gampong Lambhuk.

                                     

Ditetapkan di Banda Aceh
                                      pada tanggal  ………………… 1434 H
                                                        …………………. 2013 M

                                      KEUCHIK GAMPONG LAMBHUK,



                                             H. M. Nasir Ibrahim, SSt.FT


Diundangkan
pada tanggal   ………………….1434 H
                                  2013 M

SEKRETARIS GAMPONG LAMBHUK,



Saddariah


LEMBARAN DAERAH GAMPONG …… TAHUN….. NOMOR ….

















PENJELASAN ATAS

REUSAM GAMPONG  NOMOR 05 TAHUN  2013
TENTANG PENYELENGGARAAN PERKAWINAN

I.   UMUM

Undang-undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh telah memberi landasan yang lebih kuat terhadap keberadaan Pemerintahan Gampong untuk mengatur rumah tangganya sendiri dalam bentuk Reusam Gampong. Penataan acara perkawinan memiliki peranan penting dalam rangka penataan kehidupan masyarakat  yang tertib dan damai sesuai dengan ketentuan syari’ah, dituangkan dalam bentuk  Reusam Gampong.
           
II.  PASAL DEMI PASAL.

Pasal 1 
        cukup jelas                                               

Pasal 2
        cukup jelas

Pasal 3
        cukup jelas      

Pasal 4
        cukup jelas

Pasal 5
        cukup jelas

Pasal  6
        cukup jelas

Pasal  7
ayat (1)
                     cukup jelas        

        ayat (2)
mahar dalam ketentuan adat Aceh mesti dalam bentuk emas, namun demikian tidak ditutup kemungkinan mahar tersebut dalam bentuk lain berupa barang atau sesuatu yang berharga sesuai dengan ketentuan Syari’at Islam.

Pasal  8
        ayat (1)
bahwa dalam acara peminangan dilakukan penyerahan sepertiga dari jumlah mahar yang ditetapkan, jika mahar tersebut dalam bentuk emas. Namun jika mahar itu bukan dalam bentuk emas, maka tidak ada kewajiban untuk menyerahkan sepertiganya, tetapi penyerahan setengah manyam emas tetap wajib diberikan sebagai hak meulakee.

ayat (2)
                     cukup jelas        

ayat (3)
                     cukup jelas

             ayat (4)
Sanksi adat yang dimaksudkan adalah bagi calon lintoe baroe yang membawa mahar pada saat peminangan melebihi sepertiga dari mahar yang ditetapkan, maka jika terjadi pembatalan peminangan oleh pihak lintoe baroe, pihak dara baroe mengembalikan sisa lebih dari sepertiga mahar tersebut kepada pihak calon lintoe baroe.       

Pasal 9
        cukup jelas

Pasal 10
        cukup jelas

Pasal 11
        cukup jelas                

Pasal 12
        cukup jelas

Pasal 13
cukup jelas

Pasal 14
          cukup jelas

Pasal 15
          cukup jelas

Pasal 16
          ayat (1)
cukup jelas

ayat (2)
cukup jelas

ayat (3)
cukup jelas

ayat (4)
bahwa meukeurija wajib dilakukan digampong sebagai bentuk i’lan (pengumuman/publikasi) kepada masyarakat gampong tentang adanya pernikahan tersebut. Tetapi jika karena kondisi tertentu sehingga harus dilakukan di luar gampong, maka atas seizin Keuchik dapat dilakukan, namun Keuchik dan orang tua gampong tidak bertanggungjawab terhadap berbagai masalah yang timbul dalam acara meukeurija tersebut, seperti keributan, datangnya tamu tak diundang dan lain-lain.

Pasal 17
          cukup jelas

Pasal 18
ayat (1)
hiburan yang dilarang adalah kegiatan-kegiatan baik berupa musik, nyanyian atau tarian yang bertentangan dengan syari’at Islam. Tetapi hiburan yang tidak bertentangan dengan syari’at Islam dapat dilaksanakan, baik berbentuk musik seperti rebana, nyanyian yang liriknya berupa puji-pujian kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW, ataupun tarian seperti rapa`i geleng dan tarian Aceh lainnya yang dimainkan oleh laki-laki atau anak perempuan yang belum baligh.

ayat (2)
cukup jelas

Pasal 19
          cukup jelas

Pasal 20
          cukup jelas

Pasal 21
          cukup jelas

Pasal 22
ayat (1)
cukup jelas

ayat (2)
cukup jelas

ayat (3)
dalam acara intat lintoe baroe dan dara baroe serta tueng lintoe baroe dan dara baroe, seluruh rombongan dari gampong wajib berbusana islami. Khusus kepada pihak yang mendampingi lintoe baroe dan dara baroe wajib berbusana islami, rapi dan sopan, tidak boleh memakai baju kaos oblong.

Pasal 23
          ayat (1)
seumapa adalah acara balas sapa antara pihak lintoe baroe dengan pihak dara baroe atau sebaliknya dalam bentuk ucapan assalamu’laikum warahmatullah barakatuh sekurang-kurangnya.

ayat (2)
cukup jelas

ayat (3)
cukup jelas

Pasal 24
          cukup jelas

Pasal 25
          cukup jelas

Pasal 26
          cukup jelas

Pasal 27
          cukup jelas

Pasal 28
          cukup jelas

Pasal 29
          ayat (1)
cukup jelas

ayat (2)
cukup jelas

ayat (3)
cukup jelas

          ayat (4)
cukup jelas

ayat (5)
cukup jelas


ayat (6)
bahwa perdamaian itu hanya sebatas mendamaikan para pihak yang berperkara. Pihak gampong tidak boleh memberikan suatu putusan hukum berupa penetapan telah jatuhnya thalak atau putusan hukum lainnya.

Pasal 30
          cukup jelas

Pasal 31
          cukup jelas

Pasal 32
          cukup jelas

Pasal 33
          cukup jelas

Pasal 34
          cukup jelas



Ditetapkan di Banda Aceh
                                      pada tanggal  ………………… 1434 H
                                                        …………………. 2013 M

                                      KEUCHIK GAMPONG LAMBHUK,



                                             H. M. Nasir Ibrahim, SSt.FT


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

.