RANCANGAN REUSAM
GAMPONG LAMBHUK
KECAMATAN ULEE
KARENG KOTA BANDA ACEH
N0MOR 05 TAHUN 2013
TENTANG
PENYELENGGARAAN
PERKAWINAN
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
DENGAN
RAHMAT ALLAH
YANG MAHA KUASA
KEUCHIK
GAMPONG LAMBHUK
Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan perkawinan yang
teratur, tertib, aman dan Islami merupakan kebutuhan dalam hidup bermasyarakat di
gampong;
b.
bahwa untuk mewujudkan keteraturan dalam penyelenggaraan
perkawinan perlu pedoman pelaksanaan yang sesuai dengan ketentuan syari’at Islam
dan adat yang berlaku di gampong;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan b, perlu ditetapkan Reusam Gampong Lambhuk
tentang Penyelenggaraan Perkawinan.
Mengingat : 1. Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 3019);
2.
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3893);
3. Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaga Negara Republik Indonesia Nomor
4633);
4. Peraturan
Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang
Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4255);
5. Peraturan
Daerah Provinsi Daerah Istimewa
Aceh Nomor 5 Tahun 2000 tentang
Pelaksanaan Syariat Islam (Lembaran
Daerah Provinsi Daerah Istimewa Aceh Tahun 2000 Nomor 30);
6. Qanun
Provinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 11
Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam Bidang Aqidah, Ibadah dan Syiar Islam (Lembaran
Daerah Provinsi Daerah Istimewa Aceh Tahun 2002 Nomor Nomor 54 Seri E Nomor 15);
7. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong dalam
Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam
8. Qanun Aceh
Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat, Lembaran
Daerah Aceh Tahun 2008
(Lembaran Daerah Aceh Tahun 2008 Nomor 09);
9. Qanun Aceh
Nomor 10 Tahun 2008 tentang Lembaga Adat, Lembaran Daerah Aceh Tahun 2008 (Lembaran
Daerah Aceh Tahun 2008 Nomor 10);
10.
Peraturan Gubernur Aceh Nomor 25 Tahun 2011 tentang
Pedoman Umum Penyelenggaraan Pemerintahan Gampong (Berita Daerah Aceh Tahun
2011 Nomor 30);
11.
Qanun Kota Banda Aceh Nomor 7 Tahun 2005 tentang Reusam
Gampong
(Lembaran Daerah Kota
Banda Aceh Tahun 2005 Nomor 7 Seri E Nomor 4);
12.
Qanun Kota Banda Aceh Nomor 26 Tahun 2002 tentang Susunan
Organisasi Pemerintahan Gampong;
13.
Qanun Kota Banda Aceh Nomor 6 Tahun 2005 tentang Tuha
Peut Gampong;
14.
Qanun Kota Banda Aceh Nomor 7 Tahun 2005 tentang Reusam
Gampong
(Lembaran Daerah Kota
Banda Aceh Tahun 2005 Nomor 7 Seri E Nomor 4).
Dengan Persetujuan Bersama
TUHA PEUET GAMPONG LAMBHUK
dan
KEUCHIK GAMPONG LAMBHUK
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
: REUSAM GAMPONG LAMBHUK TENTANG TATA
CARA
PENYELENGGARANAN ACARA
PERKAWINAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Reusam ini yang dimaksud
dengan:
1.
Gampong adalah Gampong Lambhuk;
2.
Pemerintah Gampong, adalah Pemerintah Gampong Lambhuk;
3.
Keuchik adalah Keuchik Gampong Lambhuk;
4.
Tuha Peuet Gampong adalah Tuha Peut
Gampong Lambhuk;
5.
Reusam Gampong adalah Reusam
Gampong Lambhuk;
6.
Penduduk adalah Warga Gampong Lambhuk yang berdomisili secara sah di Gampong dan telah memiliki
Kartu Keluarga dan atau Kartu Tanda Penduduk (KTP) Gampong;
7.
Penduduk sementara adalah Warga gampong Lambhuk yang berdomisili secara sah
untuk sementara dalam jangka waktu tertentu dalam Gampong Lambhuk;
8.
Khithbah adalah peminangan atau pelamaran untuk
menyatakan permintaan atau ajakan dari seorang laki-laki kepada seorang
perempuan untuk maksud dijadikan sebagai isteri;
9.
Theulangke adalah seorang dewasa yang bijak dalam
berbicara untuk melakukan cahrot dan akan menyampaikan maksud lamaran kepada
orang tua atau wali dari calon isteri;
10. Cah Roet
adalah proses awal dalam lamaran yang dilakukan oleh theulangke untuk
mempelajari hal keadaan calon isteri;
11. Uang
hangus adalah biaya yang dibebankan kepada calon lintoe dan dara baroe
laki-laki untuk keperluan walimatul ‘urusy;
12. Walimatul ‘urusy
adalah acara pesta atau kanduri perkawinan, baik saat antar lintoe ataupun
tueng dara baroe;
13. Hak meulakee
adalah pemberian wajib dari pihak calon lintoe dan dara baroe laki-laki berupa
setengah manyam emas kepada pihak calon lintoe dan dara baroe perempuan;
14. Bungong
Jaroe adalah seserahan yang dibawa oleh pihak calon lintoe dan dara baroe
laki-laki kepada pihak calon memepelai perempuan;
15. Peunewo
adalah bawaan dari pihak lintoe baroe berupa seperangkat pakaian dan lainnya
kepada pihak dara baroe;
16. Seuneumah
adalah pemberian uang dari yang mempeusijuk kepada orang yang dipeusijuk;
17. Hakamain
adalah juru perdamaian kedua belah pihak suami isteri yang bersengketa;
18. Hidang
meulapeh adalah hidang yang terdiri dari minimal dua lapis menu makanan untuk
minimal 20 orang makan.
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
(1)
Reusam Penyelenggaranan Perkawinan dimaksudkan sebagai
pedoman dalam penyelenggaraan acara perkawinan di gampong;
(2)
Tujuan Reusam Penyelenggaranan Perkawinan adalah untuk
mewujudkan ketertiban dan keteraturan dalam penyelenggaraan kehidupan masyarakat
yang berlandaskan syari’at Islam di gampong.
BAB III
AZAS PERKAWINAN
Pasal 3
(1)
Bahwa perkawinan adalah
kewajiban dari orang tua atau wali terhadap anak;
(2)
Perkawinan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan syari’at Islam dan adat Aceh.
BAB IV
KHITHBAH
Bagian Pertama
Cah Roet
Pasal 4
(1)
Cah roet dilakukan oleh theulangke
yang ditunjuk oleh keluarga pihak laki-laki;
(2)
Theulangke sebagaimana
dimaksudkan pada ayat (1) ikut bertanggungjawab terhadap proses awal dalam
acara peminangan sampai acara walimatul urusy.
Bagian
Kedua
Peminangan
(Jak Meulakee
dan Jak Ba Tanda)
Pasal 5
Tata cara melakukan peminangan:
1. Peminangan dilakukan oleh Keuchik dan Tengku Gampong;
2. Apabila
Keuchik
dan Tengku Gampong berhalangan, maka Keuchik dan
Tengku Gampong dapat menunjuk orang lain untuk melakukan peminangan sebagaimana
dimaksud pada angka 1;
3. Utusan peminangan hanya diwakili oleh pihak laki-laki.
Pasal 6
Tata cara menerima peminangan:
1.
Acara peminangan dihadiri oleh Keuchik dan Tengku Gampong
dari kedua belah pihak calon lintoe baroe dan dara baroe;
2.
Apabila Keuchik dan Tengku Gampong dari salah satu pihak
atau kedua-duanya sebagaimana dimaksud pada angka 1 berhalangan, maka Keuchik
dan Tengku Gampong dapat menunjuk orang lain untuk menghadiri acara peminangan.
BAB V
KEWAJIBAN DAN LARANGAN
DALAM KHITHBAH
Bagian
Kesatu
Kewajiban
Pasal 7
(1) Pada acara peminangan ditetapkan bentuk dan jumlah
mahar (jeuname);
(2) Mahar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa emas murni
24 karat dengan perhitungan satu manyam seberat 3,33 gram.
Pasal 8
(1) Pada acara peminangan dilakukan penyerahan sepertiga dari jumlah mahar
yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (2);
(2) Selain penyerahan sepertiga mahar sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
juga diserahkan setengah manyam emas sebagai hak meulakee;
(3) Hak meulakee sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah untuk biaya
administrasi pernikahan;
(4) Apabila pihak calon lintoe baroe membawa mahar melebihi sebagaimana
ditentukan pada ayat (1), maka merupakan titipan dan tidak termasuk dalam
sanksi adat ketika terjadi pembatalan peminangan secara sepihak.
Pasal 9
(1)
Pada acara peminangan pihak lintoe baroe membawa bungong
jaroe;
(2)
Bungong jaroe sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibungkus dalam talam;
(3)
Atas bawaan bungong jaroe sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), pihak calon dara baroe membalas isi talam dengan nilai yang seimbang.
Bagian
Kedua
Larangan
Pasal 10
(1)
Dalam acara peminangan tidak dibenarkan meminta biaya
penyelenggaraan walimatul ‘urusy;
(2)
Dalam acara peminangan, calon dara baroe tidak dibenarkan
untuk diperlihatkan kecuali kepada tamu perempuan;
(3)
Sebelum
dilakukan pernikahan, tidak dibenarkan calon lintoe
baroe dan dara baroe berdua-duaan (khalwat dan ikhtilath);
(4)
Keluarga calon lintoe baroe dan dara baroe dilarang
memutuskan tali pinangan secara sepihak.
BAB VI
PERNIKAHAN
(Peugatib)
Pasal 11
(1)
Penentuan jadwal peugatib harus
dengan persetujuan Keuchik;
(2)
Pemberitahuan hari pelaksanaan
peugatib kepada Keuchik selambat-lambatnya satu bulan sebelum acara.
Pasal 12
(1)
Keluarga calon lintoe baroe dan
dara baroe menghadirkan Keuchik dan Tengku Gampong dalam prosesi peugatib;
(2)
Apabila Keuchik dan Tengku
Gampong berhalangan, maka Keuchik dan Tengku Gampong dapat menunjuk pihak lain
untuk menghadiri prosesi peugatib sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 13
(1)
Pelaksanaan peugatib
dilangsungkan di gampong;
(2)
Apabila pihak keluarga calon dara baroe ingin melakukan
prosesi peugatib di tempat lain, maka harus mendapat izin terlebih dahulu dari
Keuchik;
(3)
Apabila pelaksanaan peugatib berlangsung di masjid, maka
hanya dihadiri oleh kaum laki-laki dari kedua belah pihak lintoe baroe dan dara
baroe.
Bagian Kesatu
Kewajiban Dalam Peugatib
Pasal 14
(1)
Dalam pelaksanaan peugatib,
pihak lintoe baroe membawa mahar (jeuname) secara tunai;
(2)
Dalam pelaksanaan peugatib,
kedua belah pihak lintoe baroe dan dara baroe membawa sirih (ba ranub lam batee);
(3)
Apabila pelaksanaan peugatib
dilakukan di rumah pihak dara baroe, maka pihak lintoe baroe membawa peunewo;
(4)
Apabila pelaksanaan peugatib
dilakukan di masjid atau di tempat lain, maka pihak lintoe baroe tidak
berkewajiban membawa peunewo;
(5)
Apabila pelaksanaan peugatib
dilakukan di masjid atau di tempat lain sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
tetapi pihak keluarga dara baroe mengundang pihak lintoe baroe untuk makan
kanduri di rumah, maka pihak lintoe baroe tetap berkewajiban membawa peunewo
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Bagian Kedua
Larangan Dalam Peugatib
Pasal 15
Apabila pelaksanaan peugatib
dilakukan di masjid, maka dilarang pihak perempuan dari kedua belah pihak lintoe
baroe dan dara baroe menghadirinya.
BAB VII
WALIMATUL
‘URUSY
(Meukeurija)
Pasal 16
(1)
Hari meukeurija ditentukan harus dengan persetujuan
Keuchik;
(2)
Meukeurija dilakukan di gampong;
(3)
Apabila meukeurija tidak dapat dilakukan di gampong
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka dapat dilakukan di tempat lain setelah
mendapat izin dari Keuchik;
(4)
Apabila meukeurija dilakukan di tempat lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), Keuchik tidak bertanggungjawab terhadap hal-hal yang tidak
diinginkan.
BAB VIII
KEWAJIBAN
DAN LARANGAN
DALAM
WALIMATUL ‘URUSY
Bagian
Kesatu
Kewajiban
Pasal 17
(1) Dalam
acara meukeurija diundang Keuchik, Tengku Gampong, Tuha Peut, Kepala Dusun dan Ketua
Pemuda;
(2) Dalam
acara meukeurija selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga diundang jiran,
kaum kerabat dan handai taulan lainnya sesuai dengan kemampuan.
Bagian
Kedua
Larangan
Pasal 18
(1)
Dalam meukeurija dilarang menyelenggarakan hiburan dalam
bentuk keybord, band, tari-tarian atau nyanyian wanita dewasa dan musik atau
hiburan yang tidak islami lainnya;
(2)
Dalam meukeurija dilarang menempatkan laki-laki bercampur
dengan perempuan;
(3)
Dalam meukeurija dilarang menggunakan fasilitas publik
tanpa seizin Keuchik.
BAB IX
INTAT LINTOE
BAROE DAN DARA BAROE
Pasal 19
(1)
Rombongan intat lintoe baroe terdiri dari Keuchik dan
isteri, Tuha Peut dan isteri, Tengku Gampong dan isteri, Kepala Dusun dan
isteri, Ketua Pemuda dan isteri, atau pihak lain yang ditunjuk, serta kaum
kerabat dan handai taulan lainnya, baik laki-laki mauupun perempuan;
(2)
Rombongan intat dara baroe terdiri dari isteri Keuchik,
isteri Tengku Gampong dan isteri Kepala Dusun atau pihak lain yang ditunjuk,
serta kaum kerabat dan handai taulan lainnya khusus perempuan.
Pasal 20
(1) Lintoe
baroe dan dara baroe dipayungi dengan payung warna kuning;
(2) Lintoe
baroe didampingi oleh Ketua Pemuda atau pihak lain yang ditunjuk;
(3) Dara baroe
didampingi oleh isteri Kepala Dusun atau pihak lain yang ditunjuk.
Pasal 21
(1)
Tertib rombongan intat lintoe baroe dimulai dari:
a.
Keuchik dan Tengku Gampong atau pihak lain yang ditunjuk;
b.
Lintoe baroe dengan pendamping dan rombongan laki-laki
lainnya;
c.
Rombongan pembawa ranup (sirih) dan peunewoe; dan
d.
Rombongan perempuan.
(2)
Tertib rombongan
intat dara baroe mulai dari:
a.
Isteri Keuchik dan isteri Tengku Gampong serta pembawa
ranup (sirih) atau pihak lain yang ditunjuk;
b.
Dara baroe dengan pendamping dan rombongan pembawa peunewoe;
dan
c.
Rombongan perempuan lainnya.
Pasal 22
(1) Rombongan
yang mendampingi lintoe baroe dalam acara makan kanduri sampai serah terima
terdiri dari Keuchik, Tengku Gampong, Tuha Peut, Kepala Dusun, Ketua Pemuda dan
pihak lain yang ditunjuk oleh Keuchik;
(2) Rombongan
yang mendampingi dara baroe dalam acara makan kanduri sampai pesijuk terdiri
dari isteri Keuchik, isteri Tengku Gampong, isteri Kepala Dusun dan pihak lain
yang ditunjuk oleh isteri Keuchik.
BAB X
TUENG LINTOE
BAROE DAN DARA BAROE
Pasal 23
(1)
Rombongan lintoe baroe disambut oleh Keuchik, Tuha Peut,
Tengku Gampong, dan Kepala Dusun atau pihak lain yang ditunjuk;
(2)
Rombongan dara baroe disambut oleh isteri Keuchik, isteri
Tengku Gampong dan isteri Kepala Dusun atau pihak lain yang ditunjuk.
Pasal 24
(1)
Lintoe baroe dan dara baroe disambut dengan payung warna
kuning;
(2)
Penyambutan lintoe baroe dengan payung warna kuning
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipayungi oleh Ketua Pemuda atau pihak lain
yang ditunjuk;
(3) Penyambutan
dara baroe dengan payung warna kuning sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dipayungi oleh isteri Kepala Dusun atau pihak lain yang ditunjuk.
Pasal 25
(1) Dalam
acara penyambutan lintoe baroe dan dara baroe dapat dilakukan seumapa;
(2) Seumapa
sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dilakukan sebelum acara tukar payung;
(3) Dalam
acara penyambutan lintoe baroe dan dara baroe dapat juga diadakan tari ranup
lampuan yang ditarikan oleh anak-anak.
Pasal 26
(1)
Serah
terima lintoe baroe dilakukan oleh Keuchik, Tuha Peut, Tengku Gampong, dan Kepala Dusun;
(2)
Serah terima dara baroe dilakukan oleh isteri Keuchik,
isteri Tengku dan isteri Kepala Dusun.
BAB XI
PEUSIJUK
Pasal 27
(1) Peusijuk
pada acara intat lintoe baroe dilakukan oleh isteri Keuchik, isteri Tengku
Gampong dan pihak lain yang ditunjuk;
(2) Peusijuk
pada acara intat dara baroe dilakukan oleh isteri Keuchik, isteri Tengku
Gampong dan pihak lain yang ditunjuk;
(3) Peusijuk
pada acara tueng lintoe baroe dilakukan oleh isteri Keuchik, isteri Tengku
Gampong dan pihak lain yang ditunjuk;
(4) Peusijuk
pada acara tueng dara baroe dilakukan oleh isteri Keuchik, isteri Tengku
Gampong dan pihak lain yang ditunjuk;
(5) Peusijuk
sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1), (2), (3) dan (4), juga dilakukan oleh
pihak keluarga.
Pasal 28
(1) Dalam
acara peusijuk diikuti dengan pemberian seuneumah;
(2)
Pemberian seuneumah oleh isteri Keuchik, isteri Tengku
Gampong atau pihak lain yang ditunjuk dalam acara peusijuk dipersiapkan oleh pihak
keluarga dari lintoe baroe dan dara baroe.
BAB XII
HAKAMAIN
Pasal 29
(1)
Apabila terjadi percekcokan atau perselisihan antara
suami dan isteri, maka diselesaikan secara internal keluarga;
(2)
Apabila percekcokan atau perselisihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak bisa diselesaikan, maka penyelesaiannya diserahkan
kepada hakamain;
(3)
Hakamain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah orang
yang ditunjuk dari kedua belah pihak keluarga suami dan isteri;
(4)
Apabila penyelesaian oleh hakamain sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tidak bisa diselesaikan, maka penyelesaiannya diserahkan kepada
orang tua gampong;
(5)
Orang tua gampong sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
adalah Keuchik, Tuha Peut, Tengku Gampong dan Kepala Dusun;
(6)
Perdamaian yang dilakukan oleh orang tua gampong
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dalam rangka memberikan putusan hukum.
BAB XIII
HUBUNGAN SOSIAL
Pasal 30
(1)
Lintoe baroe membawa ranup lintoe ke masjid;
(2)
Ranup lintoe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibawa ke
masjid oleh lintoe baroe paling lambat malam ketiga setelah peresmian
pernikahan;
(3)
Lintoe
baroe pada saat kanduri maulid tahun pertama setelah peresmian pernikahan,
membawa hidang meulapeh ke masjid;
(4)
Lintoe
baroe pada saat kanduri petamat daroh bulan puasa tahun
pertama setelah peresmian pernikahan, membawa hidang meulapeh dan sirup ke masjid menurut kemampuan;
(5)
Pada acara kanduri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan
(4) lintoe baroe hanya boleh membawa dua orang teman;
(6)
Lintoe baroe ikut serta dalam kerja bakti persiapan
kanduri maulid dan petamat daroh bulan puasa;
(7)
Lintoe baroe ikut serta dalam pengajian petamat daroh
bulan puasa.
BAB XV
SANKSI
Pasal 31
(1) Apabila pihak calon dara baroe yang membatalkan peminangan sebagaimana
dimaksud pada Pasal 10 ayat (4) maka pihak calon dara baroe mengembalikan seluruh
mahar yang telah dibawah pada saat peminangan kepada pihak calon lintoe baroe,
kecuali hak meulakee setengah manyam;
(2) Apabila pembatalan peminangan dilakukan oleh pihak calon lintoe baroe sebagaimana
dimaksud pada Pasal 10 ayat (4), maka sepertiga mahar yang diterima pihak calon
dara baroe tidak dikembalikan lagi kepada pihak calon lintoe baroe;
(3) Apabila didapati kedua calon lintoe baroe dan dara baroe berdua-duaan
(khalwat dan ikhtilath) sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (3), maka diberikan
sanksi adat berupa dipercepat pelaksanaan pernikahan paling lambat satu bulan;
(4) Sanksi adat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diputuskan dalam
musyawarah gampong paling lambat tujuh hari setelah terjadinya pelanggaran;
(5) Apabila sanksi adat yang berupa percepatan pelaksanaan pernikahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dilaksanakan dalam waktu satu bulan,
maka Keuchik dan orang tua gampong tidak ikut serta dalam acara pernikahan dan
walimatul ‘urusy yang diselenggarakan.
BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 32
Semua ketentuan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah
gampong yang bertentangan dengan Reusam Gampong ini dinyatakan tidak berlaku.
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 33
Hal-hal yang belum diatur dalam Reusam Gampong ini
sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Keuchik.
Pasal 34
Reusam Gampong ini mulai berlaku sejak tanggal
ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahui,
memerintahkan pengundangan Reusam ini dengan penempatan dalam Lembaran Daerah
Gampong Lambhuk.
Ditetapkan di Banda
Aceh
pada
tanggal ………………… 1434 H
…………………. 2013 M
KEUCHIK
GAMPONG LAMBHUK,
H. M. Nasir Ibrahim, SSt.FT
Diundangkan
pada tanggal ………………….1434 H
2013 M
SEKRETARIS GAMPONG LAMBHUK,
Saddariah
LEMBARAN
DAERAH GAMPONG …… TAHUN….. NOMOR ….
PENJELASAN ATAS
REUSAM GAMPONG NOMOR 05 TAHUN 2013
TENTANG PENYELENGGARAAN PERKAWINAN
I. UMUM
Undang-undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
telah memberi landasan yang lebih kuat terhadap keberadaan Pemerintahan Gampong
untuk mengatur rumah tangganya sendiri dalam bentuk Reusam Gampong. Penataan acara
perkawinan memiliki peranan penting dalam rangka penataan kehidupan
masyarakat yang tertib dan damai sesuai
dengan ketentuan syari’ah, dituangkan dalam bentuk Reusam Gampong.
II. PASAL DEMI PASAL.
Pasal
1
cukup jelas
Pasal 2
cukup jelas
Pasal 3
cukup jelas
Pasal 4
cukup jelas
Pasal 5
cukup jelas
Pasal 6
cukup jelas
Pasal 7
ayat (1)
cukup jelas
ayat (2)
mahar
dalam ketentuan adat Aceh mesti dalam bentuk emas, namun demikian tidak ditutup
kemungkinan mahar tersebut dalam bentuk lain berupa barang atau sesuatu yang
berharga sesuai dengan ketentuan Syari’at Islam.
Pasal 8
ayat (1)
bahwa
dalam acara peminangan dilakukan penyerahan sepertiga dari jumlah mahar yang
ditetapkan, jika mahar tersebut dalam bentuk emas. Namun jika mahar itu bukan
dalam bentuk emas, maka tidak ada kewajiban untuk menyerahkan sepertiganya,
tetapi penyerahan setengah manyam emas tetap wajib diberikan sebagai hak meulakee.
ayat (2)
cukup jelas
ayat (3)
cukup jelas
ayat
(4)
Sanksi
adat yang dimaksudkan adalah bagi calon lintoe baroe yang membawa mahar pada
saat peminangan melebihi sepertiga dari mahar yang ditetapkan, maka jika
terjadi pembatalan peminangan oleh pihak lintoe baroe, pihak dara baroe mengembalikan
sisa lebih dari sepertiga mahar tersebut kepada pihak calon lintoe baroe.
Pasal 9
cukup jelas
Pasal 10
cukup jelas
Pasal 11
cukup jelas
Pasal 12
cukup jelas
Pasal 13
cukup jelas
Pasal 14
cukup
jelas
Pasal 15
cukup
jelas
Pasal 16
ayat (1)
cukup jelas
ayat (2)
cukup jelas
ayat (3)
cukup jelas
ayat (4)
bahwa
meukeurija wajib dilakukan digampong sebagai bentuk i’lan
(pengumuman/publikasi) kepada masyarakat gampong tentang adanya pernikahan
tersebut. Tetapi jika karena kondisi tertentu sehingga harus dilakukan di luar
gampong, maka atas seizin Keuchik dapat dilakukan, namun Keuchik dan orang tua
gampong tidak bertanggungjawab terhadap berbagai masalah yang timbul dalam
acara meukeurija tersebut, seperti keributan, datangnya tamu tak diundang dan
lain-lain.
Pasal 17
cukup
jelas
Pasal 18
ayat (1)
hiburan yang
dilarang adalah kegiatan-kegiatan baik berupa musik, nyanyian atau tarian yang
bertentangan dengan syari’at Islam. Tetapi hiburan yang tidak bertentangan
dengan syari’at Islam dapat dilaksanakan, baik berbentuk musik seperti rebana,
nyanyian yang liriknya berupa puji-pujian kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW,
ataupun tarian seperti rapa`i geleng dan tarian Aceh lainnya yang dimainkan
oleh laki-laki atau anak perempuan yang belum baligh.
ayat (2)
cukup
jelas
Pasal 19
cukup
jelas
Pasal 20
cukup jelas
Pasal 21
cukup
jelas
Pasal 22
ayat (1)
cukup
jelas
ayat (2)
cukup
jelas
ayat (3)
dalam
acara intat lintoe baroe dan dara baroe serta tueng lintoe baroe dan dara baroe,
seluruh rombongan dari gampong wajib berbusana islami. Khusus kepada pihak yang
mendampingi lintoe baroe dan dara baroe wajib berbusana islami, rapi dan sopan,
tidak boleh memakai baju kaos oblong.
Pasal 23
ayat (1)
seumapa
adalah acara balas sapa antara pihak lintoe baroe dengan pihak dara baroe atau
sebaliknya dalam bentuk ucapan assalamu’laikum warahmatullah barakatuh
sekurang-kurangnya.
ayat (2)
cukup
jelas
ayat (3)
cukup
jelas
Pasal 24
cukup
jelas
Pasal 25
cukup
jelas
Pasal 26
cukup jelas
Pasal 27
cukup
jelas
Pasal 28
cukup
jelas
Pasal 29
ayat (1)
cukup jelas
ayat (2)
cukup jelas
ayat (3)
cukup jelas
ayat (4)
cukup jelas
ayat (5)
cukup jelas
ayat (6)
bahwa
perdamaian itu hanya sebatas mendamaikan para pihak yang berperkara. Pihak
gampong tidak boleh memberikan suatu putusan hukum berupa penetapan telah
jatuhnya thalak atau putusan hukum lainnya.
Pasal 30
cukup
jelas
Pasal 31
cukup
jelas
Pasal 32
cukup
jelas
Pasal 33
cukup
jelas
Pasal 34
cukup
jelas
Ditetapkan di Banda
Aceh
pada
tanggal ………………… 1434 H
…………………. 2013 M
KEUCHIK
GAMPONG LAMBHUK,
H. M. Nasir Ibrahim, SSt.FT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar